Home » » Kehilangan Pascapanen padi masih tinggi

Kehilangan Pascapanen padi masih tinggi

Written By enrico on Rabu, 23 Februari 2011 | 19.28

Keberhasilan sektor pertanian padi nampaknya saat ini dipandang sebagai keberhasilan jumlah produksi, sehingga prioritas kebijakan pemerintah sampai saat ini masih berpatokan pada angka-angka pencapaian target-target produksi. Bahkan penilaian kesuksesan di sektor pertanian lebih dikaitkan dengan tingkat produktivitas dan sejauh mana kemampuan menyediakan kebutuhan pangan masyarakat. Kualitas poduksi dan peningkatan nilai tambah sebagai akibat dari proses penanganan pasca panen masih sebatas pada program dan belum muncul sebagai indikator pencapaian target produksi nasional.
Fluktuasi produksi yang menyertai angka pencapaian target produksi beras, merupakan cerita panjang yang selalu dihadapi bangsa sejak indonesia mencapai swasembada beras tahun 80 an. Kenyataan ini membuktikan bahwa sektor pertanian khususnya padi masih sangat rentan terhadap perubahan alam dan kebijakan pemerintah. Terlepas dari masalah klasik yang dihadapi tiap tahun dalam perberasan, penanganan panen dan pascapanen ternyata memiliki kontribusi yang cukup besar dalam mengamankan produksi nasional. BPS menyebutkan kehilangan hasil panen dan pascapanen akibat ketidaksempurnaan penaganan pascapanen mencapai 20,51%, dimana kehilangan saat pemanenan 9,52%, perontokan 4,78%, pengeringan 2,13% dan penggilingan 2,19%. Angka ini jika dikonversikan terhadap produksi padi nasional yang mencapai 54,34 juta ton setara lebih dari Rp 15 triliun.
Tingkat kehilangan pascapanen sangat ditentukan oleh varietas padi, kondisi iklim setempat dan kondisi pertanian di masing-masing negara. Rata-rata presentase kehilangan pascapanen padi berkisar antara 10 – 37 %, dengan rata-rata kehilangan dinegara berkembang antara 15 – 16 % (FAO, 1997). Studi yang dilakukan oleh International Rice Reasarch Institute (IRRI) menyebutkan bahwa diperkirakan tingkat kehilangan pascapanen sebesar 5 – 16 % terjadi pada saat pemanenan, perontokan dan pembersihan, sedangkan 5 – 21 % terjadi pada proses pascapanen dari pengeringan, penyimpanan dan penggilingan.
Berdasarkan patokan angka panen ini, maka tingkat kehilangan pascapanen kita masih dimungkinkan untuk bisa diturunkan dari angka 20,51 %. Besarnya kahilangan pascapanen terjadi kemungkinan dikarenakan sebagian besar petani masih menggunakan caracara tradisional atau meskipun sudah menggunakan peralatan mekanis tetapi proses penanganan pascapanennya masih belum baik dan benar. Jika panen di lakukan secara tradisinal menggunakan ani-ani, kehilangan panen akan kecil, namun menghabiskan waktu dan tenaga. Sehingga petani sekarang lebih senang menggunakan arit, meskipun kehilangan panen akibat tercecer lebih besar. Modifikasi alat panen seperti arit bergerigi sangat cocok untuk diterapkan untuk mengurangi tingkat kehilangan panen tanpa mengurangi efisiensi proses panen.
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. enrico73 - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger